Sabtu, 10 Desember 2011

Teori Pembelajaran Sibernetik


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran meruapakan suatu sistem, dengan demikian pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan jenjang dari pendidikan, kualitas pendidikan bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintas garis waktu. Apabila dilihat dari tujuan akhir pendidikan Nasional secara umum adalah peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya pendidikan dan pembelajaran yang efisien dan efektif. Banyak faktor yang berpengaruh dalam mencapai tujuan tersebut salah satu diantaranya adalah teknologi yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa. Untuk membelajarkan seseorang, diperlukan pijakan teori agar apa yang dilakukan guru, dosen, pelatih, instruktur maupun siapa saja yang berkeinginan untuk membelajarkan orang dapat berhasil dengan baik. Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variabel yang saling bergantungan. Belajar adalah perubahan tingkahlaku yang relatif ketat terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan teori – teori belajar. Kebutuhan akan teori adalah hal yang penting. Untuk itu pemahaman tentang konsep – konsep dan prinsip – prinsip yang bersifat teoritis dan telah diuji melalui eksperimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal tersebut melahirkan teori belajar. Teori belajar berhubungan psikologi terutama berhubungan dengan situasi belajar. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan dalam proses belajar.
Ada dua pijakan teori yang dapat dijadikan pegangan agar pembelajaran berhasil dengan baik. Kedua teori tersebut adalah teori belajar yang bersifat deskriptif. Teori ini memberikan bagaimana seseorang melakukan kegiatan belajar. Teori belajar yang diterapkan oleh para ahli pembelajaran itu meliputi teori behavioristik, teori kognitivistik, teori humanistik, dan teori belajar sibernetik. Semua teori belajar tersebut memiliki aplikasi yang berbeda – beda dalam kegiatan pembelajaran. Pada  bagian ini dikaji tentang pandangan teori sibernetik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahsan akan diarahkan pada hal – hal seperti, pengertian belajar menurut teori sibernetik, teori pemprosesan informasi, teori belajar menurut landa, teori belajar menurut pask dan scott, aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran, kelebihan dan kelemahan teori sibernetik.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian belajar menurut aliran sibernetik?
2.      Bagaimana pendapat dari berbagai tokoh tentang teori pembelajaran aliran sibernetik?
3.      Apa kelemahan dan kelebihan dari teori pembelajaran aliran sibernetik?
4.      Bagaimana perbandingan antara terori sibernetik dengan teori pembelajaran lainnya?
5.      Bagaimana aplikasi secara umum teori sibernetik?
6.      Apa contoh – contoh model pembelajaran yang sesuai dengan teori pembelajaran sibernetik?
7.      Mengapa model pembelajaran tersebut dapat masuk dalam teori pembelajaran aliran sibernetik?






BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Belajar Menutut Teori Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relative baru dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dibandingkan hasil belajar. Proses belajar memeng penting dalam teori sibenetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
B.       Tokoh – Tokoh yang Menganut Teori Sibernetik
Asumsi lain dari teori sebernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun  yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sisitem informasi.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya yaitu :
1.        Teori Pemrosesan Informasi
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, diterima, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh pakar seperti Biehler dan Snowman (1986); Baine (1986)    dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada tiga asumsi Lusiana (dalam Budiningsih, 2005) yaitu :
a.       Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasidi man pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b.      Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
c.       Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari tiga asumsi tersebut dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengatur strategi yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat digunakan setiap saat diperlukan.  Komponen pemrosesan informai dipilih menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah : 
a.    Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor merupakan sel tempat partama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informai hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau terganti.
b.    Working Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian (attention) oleh individu. Karakteristik WM adalah bahwa ; 1) ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi di dalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal. 2) informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi, sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan penataan jumlah informasi, sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan peran proses control. Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapsitas WM disamping melakukan rehearsal. Sedangkan penyandian pada tahapan WM, dalam bentuk verbal, visual, ataupun sematik, dipengaruhi oleh peran proses control dan seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
c.    Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan ; 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan didalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupapada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali (retrieval failure) informasi yang diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) (dalam Budiningsih, 2005) bahwa informasi disimpan di dalam LTM dalam bentuk prototype, yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) (dalam Budiningsih, 2005) mengemukakan dalam proses penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru peda pengetahuan yang tekah dimiliki, yang selanjutnya bise berfungsi sebagai dasar pengetahuan (knowledge base).
Ausubel, 1968 (dalam Budiningsih, 2005) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein, 1983 mengatakan bahwa pengetahuan ditata didalam struktur kognitif secara herarkhis.
Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Implikasinya di dalam pembelajaran, samakin baik cara penataan pengetahuan sabagai dasar pengatahuan yang akan datang kemudian, semakin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.
Reigeluth, Bunderson dan Merrill, 1977 (dalam Budiningsih, 2005) mengembangkan suatu strategi penataan isi atau materi pelajaran yang berurusan dengan empat bidang masalah, yaitu ; pemilihan (selection), penataan urutan (sequencing), rangkuaman (summary) , dan sintesis (synthesizing). Menurut mereka,
a)    Jika isi mata pelajaran yang ditata dengan menggunakan urutan dari umum kerinci, maka isi atau materi pelajaran isi-isi lain yang lebih rinci. Hal ini sesuai dengan struktur representasi informasi di dalam LTM, sehingga akan mempermudah proses penelusuran kembali informasi.
b)   Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam srategi penataan isi atau meteri pelajaran, maka ia akan berfungsi menunjukan kepada siswa (si Belajar) informasi mana yang perlu  diberi parhatian disamping menghemat kapasitas WM.
Ada tujuh komponen strategi teori elaborasi yang dikembangkan oleh Reugeluth dan Stein yang berpijak pada kajian tentang teori pemrosesan informasi Degeng (dalam Budiningsih, 2005) yaitu ; 1) urutan elaborative, 2) urutan prasyarat belajar, 3) rangkuman, 4) sintesis, 5) analogi, 6) pengaktif strategi kognitif, dan 7) control belajar. Sedangkan prinsip-prinsip yang mendasari model elaborasi meliputi :
a.    Penyajian kerangka isi pelajaran (epitome), yaitu suatu upaya untuk menunjukan bagian-bagian utama pelajaran dan hubungan di antaranya, yang disajikan pada awal pelajaran.
b.    Elaborasi secara bertahap, berkaitan dengan tahapan dalam melakukan elaborasi isi pengajaran. Elaborasi tahap pertama akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup pada elaborasi tahap pertama, dan seterusnya.
c.    Bagian terpenting disajikan pertama kali. Penting tidaknya suatu bagian ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi pelajaran. Dalam pelaksanaannya tentunya tidak meninggalkan persyaratan belajar.
d.   Cakupan optimal elaborasi, yaitu tingkat kedalaman dan kelulusan elaborasi serta kemudahannya dalam membuat sintesis.
e.    Penyajian pensintesis secara bertahap. Setiap kali melakukan elaborasi dimaksudkan untuk menunjukan hubungan di antara konstruk-konstruk yang lebih rinci yang baru dipelajari, serta mununjukan konteks elaborasi dalam epitome, sehingga suatu pengajaran akan diterima lebih dalam dipelajari di dalam konteksnya.
f.     Penyajian pensintesis. Jadi pensintesis supaya disesuaikan dengan tipe isi pelajaran. Maksudnya, pensintesis yany fungsinya sebagai pengkait satuan-satuan konsep, prosedur atau prisip, supaya disesuaikan. Seperti struktur konseptual  digunakan untuk konsep, struktur procedural untuk prosedur, dan struktur teoretik untuk prinsip.
g.    Tahapan pemberian rangkuaman. Rangkuman yang dimaksudjan untuk mengadakan tinjauan ulang mengenahi isi pelajaran yang sudah dipelajari, supaya diberikan sebelum menyajikan pensisntesis
2.        Teori Belajar Menurut Landa
Landa membedakan ada dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir algortmik dan proses berfikir heuristic. Proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistemati, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju ke satu target tujuan tertentu.Sedangkan cara berfikir heuristic, yaitu cara berfikir devergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berfikir heuristic.
Proses belejar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori sebernetik adalah system informasi yang hendak dipelajari) diketahui cirri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linear, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan member kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berfikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus terbut disjikan dengan algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengituti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami sutu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung intrepretasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berfikir siswa dibimbing kearah yang ”menyebar” atau berfikir heuristic, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatic atau linier.
3.        Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott (dalam Budiningsih, 2005) ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir menyeluruh (wholist) tida sama dengan cara berfikir heuristic. Bedanya, cara berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sistem informasi. Sedangkan cara berfikir heuristic yang dikemukakan  oleh Landa adalah cara berfikir devergen mengarah kebeberapa aspek sekaligus. Siswa tipe wholist atau menyeluruh ini biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang khusus atau detail. Sedangkan sisiwa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berfikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagainama proses belajar berlangsung  dalam diri individu sangat ditentukan oleh system informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan pandangn tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi diatas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar yang secara terstruktur membentuk suatu system kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prisip-prisip belajar seperti:
a.         Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
b.         Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
c.         Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian informasi.
C.     Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran Secara Umum
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989) untuk mengurangi muatan memori kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa (1) proposisi, (2) produksi, dan (3) mental images.
1.        Proporsisi
Unit dasar unformasi dalam sistem pemprosesan informasi manusia adalah proposisi. Proposes dapat disamakan gagasan. Sebagai contoh, pernyataan “manakah yang merupakan gagasan yang sempurna, tumbuhan ataukah tumbuhan yang memerlukan air?” jelas bagi kita,bahwa gagasan yang kedua yang lebih sempurna.
Suatu proposisi selalu terdiri atas dua unsure, yaitu suatu hubungan dan sekumpulan argument. Argument – argument merupakan topik – topik dari proposisi, dapat berupa kata benda, kata ganti (kadang – kadang juga dapat berupa kata kerja, dan sifat). Kata-kata, frase-fase dalam kalimat merupakan mengkomunikasikan gagasan-gagasan sedagkan proposisi merupakan gagasan-gagasan itu sendiri,jadi proposisi lebih abstrak.
2.        Produksi
Produksi merupakan aturan-aturan kondisi-aksi. Artinya produksi-produksi memprogram terjadinya aksi-aksi tertentu  pada kondisi-kondisi.
3.        Gambaran mental
Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989),mental imaje merupakan penyajian analog.Biehler (dalam dahar, 1989) mengemukakan bahwa pada umumnya gambaran mental berarti sesuatu penyajian dari suatu objek konkrett atau kejadian.
Biehler (dalam dahar, 1989) mengemukakan bahwa gambaran mental memperlancar pemahaman dan recall.  
Teori Gagne dan Briggs(dalam Budiningsih, 2005)  mempreskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran dan pengorganisasian/urutan pembelajaran. Mengenai kapabilitas belajar kaitannya dengan unjuk kerja dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut :
No
Kapabilitas Belajar
Unjuk kerja
1.
Informasi verbal
Menyatakan informasi
2.
Keterampilan intelektual
Menggunakan symbol untuk berinteraksi dengan lingkungan.

-          Diskriminasi
Membedakan perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berlainan.

-          Konsep konkret
Mengidentifikasi contoh – contoh konkret

-          Konsep Abstrak
Mengklasifikasi contoh – contoh dengan menggunakan ungkapan verbal atau definisi

-          Kaidah
Menunjukkan aplikasi suatu kaidah

-          Kaidah tingkat lebih tinggi
Mengembangkan kaidah baru untuk memecahkan masalah
3.
Strategi kognitif
Mengembangkan cara – cara baru untuk memecahkan masalah. Menggunakan berbagai cara untuk mengontrol proses belajar dan atau berpikir
4.
Sikap
Memilih berperilaku dengan cara tertentu
5.
Keterampilan Motorik
Melakukan gerakan tubuh yang luwes dan cekatan serta dengan urutan yang benar.

Teori belajar pemprosesan informasi mendiskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapan – tahapan ini ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang mengikuti urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of instruction ), yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal utama untuk kapabilitas apapun. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran yang diasumsikan sebagai cara – cara eksternal yang berpotensi mendukung proses – proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1.      Menarik perhatian
2.      Membeitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3.      Merangsang ingatan pada prasyarat belajar
4.      Menyajikan bahan perangsang
5.      Memberikan bimbingan belajar
6.      Mendorong untuk kerja
7.      Memberikan balikan informative
8.      Menilai unjuk kerja
9.      Meningkatkan retensi dan alih belajar
Dalam mengorganisasikan pembelajaran perlu dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama, yang harus dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan belajar. Pengorganisasian pembelajaran untuk kapabilitas belajar tertentu dijelaskan sebagai berikut :
1.      Pengorganisasian pembelajaran ranah keteramplan intelektual
Menurut Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan lainnya digambarkan dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur belajar sebagai keterampilan yang lebih tinggi letaknya diatas, sedangkan keterampilan tingkat yang lebih rendah ada dibawahnya.
2.      Pengorganisasian pembelajaran ranah informasi verbal
Kemampuan ini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan fakta – fakta kedalam kerangka yang bermakna baginya.
3.      Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kogniti
Kemampuan ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelektual, maka perlu memasukkan keterampilan – keterampilan intelektual dan informasi cara – cara memecahkan masalah.
4.      Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap
Kemampuan sikap memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang pilihan – pilihan tindakan yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi kognitif yang dapat membantu memecahkan konflik – konflik nilai pada tahap pilihan.
5.      Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik
Untuk menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan mengajarkan kaidah mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan unjuk kerja keterampilan yang dipelajari. Diperlukan latihan – latihan mulai dari mengajarkan bagian – bagian keterampilan secara terpisah – pisah kemudian melatihkannya kedalam kesatuan keterampilan.
Dengan demikian aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dalam Asri Budiningsih (2005), baik diterapkan dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1.      Menentukan tujuan – tujuan pembelajaran
2.      Mementukan materi pembelajaran
3.      Mengkaji system informasi yang terkandung dalam materi pembelajaran
4.      Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan system informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik)
5.      Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system informasinya.
6.      Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan pelajaran.
D.    Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Sibernetik
1.      Kelebihan teori belajar sibernetik
Menurut Budiningsih 2005, kelebihan dari teori belajar sibernetik sebagai berikut :
a.       Cara berpikir berorientasi pada proses lebih menonjol
b.      Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
c.       Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
d.      Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
e.       Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
f.       Control belajar (conten control, pace control, display control, dan conscious cognition control) memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing – masing individu (prinsip perbedaan individual terlayani)
g.      Balikan informative memberikan rambu – rambu yang jelas tentang tingkat untuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
2.      Kekurangan
 Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagainama proses belajar berlangsung  dalam diri individu sangat ditentukan oleh system informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta (Pask dan Scott, dalam budiningsih, 2005).
Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini..
E.       PERBANDINGAN TEORI BELAJAR BEHAVIOR, KOGNITIF, HUMANISTIK, DAN SIBERNETIK
KONSEP
BEHAVIOR
KOGNITIF
HUMANISTIK
SIBERNETIK
PENGER-TIAN
Belajar: perubahan perilaku, bila mampu menunjukkan perubahan perilaku;
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (yang tidak selalu berupa perubahan perilaku)
Tujuan ”memanusiakan manusia”, lambat laun dapat mengaktualisa-sikan dirinya, eklektif.
Berkembang sejalan dengan ilmu informasi. Belajar adalah pengo-lahan informasi.
PEMBE-LAJARAN
Stimulus dan respon, apa yang terjadi pada diri indi-vidu tidak diperhatikan faktor lain penguatan atau “reinforcement” (positif dan negatif); Pelopor : Pavlov, Thorndike, Skinner, Guthrie, Hull, Watson.
Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan penge-tahuan didalam dirinya, dan tertata dalam bentuk “struktur kognitif”, pembelajaran akan berhasil bila materi baru bersinambung dengan stuktur kognitif yang sudah ada. Ada tiga teori (1) Perkembangan Piaget, (2) Kognitif Bruner, dan (3) Bermakna Ausubel
Terwujud teori Bloom dan Krathwohl (taksonomi: kognitif, afektif, dan psikomotor) ; Kolb dengan “belajar 4 tahap: konkrit, aktif reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif); Honey dan Mumford (dengan 4 Tipe Mhs: aktifis, reflektor, teoris, dan prag-matis); Habermas (dengan 3 Tipe Belajar: Teknis, Praktis, dan Emansipatoris)
Pembelajaran berlang-sung sejalan dengan “Sistem informasi”. Tidak ada satu pun  cara belajar ideal untuk segala situasi. Landa (pendekatan “algorit-mik”,dan “heuristik); Pask dan Scott (tipe mhs : “wholist”, dan “serialist”).
KRITIK
Kurang mampu menjelas-kan proses belajar yang kompleks; hasil belajar tidak hanya bisa obervable terlalu menyederhanakan masalah belajar yang se-sungguhnya, tidak semua hasil belajar bisa diamati.
Lebih dekat kepada Psikologi daripada teori belajar, aplikasi dalam pembelajaran tidak mu-dah. Kurang bisa memahami struktur kognitif mhs, apalagi kalau dipilah menjadi bagian yang diskrit. Pada tahap lanjut (advanced) sulit memahami dan mengidentifikasi pengetahuan dan pengalaman mhs yang sudah ada dan dimiliki.
Sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Terlau dekat dengan dunia filasafat.
Karena lebih menekan-kan kepada sistem in-formasi yang akan di-pelajari, kurang terha-dap proses pembela-jaran berlangsung. Sulit untuk dipraktekkan

F.      MODEL – MODEL PEMBELAJARAN YANG DITERAPKAN DALAM TEORI SIBERNETIK
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan kegiatan. Sedangkan pembelajaran adalah “suatu upaya sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi agar kegiatan belajar dan mengajarkan”(Marx, dalam Dahar.1989). Model pembelajaran merupakan kerangka berfikir yang mengarahkan seseorang merancang dan melaksanakan pembelajaran dikelas serta membimbing siswa belajar sehingga interaksi belajar mengajarnya lebih terarah (Joyce et al, 2000).Pengembangan model-model pembelajaran tersebut adalah dimaksudkan membantu guru meningkatkan kemampuanya untuk lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar siswa-siswa. . Bruce Joyce dan Marsha Well, mengemukakan bahwa model pembelajaran ada 4 macam, yaitu : model interaksi sosial, model pengolahan informasi, model personal humanistik dan model modifikasi tingkah laku. Kaitanya disini model berpikir induktif merupakan bagian dari kelompok model pembelajaran pengolahan informasi (information processing). Model berpikir induktif meyakini bahwa siswa sebagai peserta didik merupakan konseptor ilmiah.
Alasan – alasan model pembelajaran berpikir induktif dapat dimasukkan kedalam teori sibernetik jika ditinjau dari :
1.      Pengertian belajar menurut teori sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah – olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Dari pernyataan diatas kami menyimpulkan bahwa model yang digunakan dalam teori kognitif yaitu model pembelajaran berpikir induktif dapat digunakan pula dalam teori sibernetik.
2.      teori pemprosesan informasi
Model pembelajaran berpikir induktif dapat dimasukkan kedalam teori sibernetik karena dalam proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi – informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival) (Budiningsih, 2005 : 86), jika kita tinjau dari model berpikir induktif, kita dapat memasukan model berpikir induktif kedalam teori sibernetik dari sintak matik modelnya, seperti dibawah ini:
Tabel : Sintaks Matik Pengajaran Induktif
( Inductive Teaching Model )
Tahapan Strategi
Fase Pertama
Fase Kedua
Fase ketiga
Tahap  Pertama :
Pembentukan Konsep
Mengidentifikasi dan menyebutkan data satu persatu. Data yang relevan dimasukan kedalam topic atau masalah
Mengelompokkan data kedalam kategori yang sejenis
Mengembangkan label – label dari setiap kategori
Tahap  Kedua :
Interprestasi Data
Mengidentifikasi dimensi – dimensi yang saling berhubungan
Menjelaskan dimensi – dimensi yang saling berhubungan.
Membuat inferensi atau kesimpulan.
Tahap  Ketiga:
Aplikasi prinsip
Memprediksi akibat, atau konsekuensi – konsekuensi pridiksi dan melakukan hipotesis.
Menjelaskan  atau
Alasan - alasan yang
Mendukung prediksi dan hipotesis .
Membuktikan prediksi – prediksi.























BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
-          Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
-          Asumsi lain dari teori sebernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun  yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa
-          Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya yaitu : Landa, pask dan scott.
-          Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu.
-          Teori belajar pemprosesan informasi mendiskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.
-          Aplikasi teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan pembelajaran.
-          Model pembelajaran yang diterapkan dalam teori sibernetik model berpikir induktif.
B.       SARAN
-          Penafsiran tentang teori pembelajaran disarankan tidak hanya berpacu pada pengolahan informasi yang bersifat teknologi, namun pacuan dari pengolahan informasi itu adalah tahapan pengolahan informsi yang ada pada otak.
-          Teori pembelajaran sibernetik tidak hanya mampu kita terapkan dalam model pembelajaran yang berbasis teknologi namun teori belajar sibernetik bisa diterapkan di model pembelajaran lainnya.
-          Pemilihan model pembelajaran sibernetik berpacu pada proses pengolahan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri.2005.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:PT RINEKA CIPTA.
Dahar, R.W.1989.Teori-teori Belajar.Jakarta:Depdikbud,Dirjen Dikti,P2PLTK.
Joyce Bruce,Weil Marsh,dkk.2010.Model of Teaching.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Kingsoka,Karom.2010.Teori Belajar Sibernetik dan Penerapannya dalam Proses Belajar Mengajar (online).http://karom-kingsoka.blogspot.com/2010/01/teori-belajar-sibernetik-dan.htmldiakses pada tanggal 14 September 2011.
Trisuminar.2011.Tinjauan Filsafati (Otologi,Epistomologi dan Aksiologi Manajemen Pembelajaran Berbasisi Teori Sibernetik. http://www.google.co.id/#hl=id&sa=X&ei=JN2tTuqRAofwrQegx-3WDA&ved=0CBMQvwUoAA&q=TINJAUAN+FILSAFAT+%28ONTOLOGI,+EPISTEMOLOGI+PEMBELAJARAN+BERBASIS+TEORI+SIBERNETIK+pdf&spell=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=38c1fa929f5279c4&biw=1366&bih=545, diakses pada tanggal 14 September 2011


.